Advertisement

Asparagus Wholesale

www.alibaba.com/asparagus
from 1M+ China Manufacturers.
Contact Directly & Get a Live QuoteA

Minggu, 27 Juni 2010

kapas transgenik

Kegundahan hati Gubernur Sulawesi Selatan HZB Palaguna memuncak tatkala mendengar berita bahwa petani di Kabupaten Bulukumba membakar kapas hasil panennya pada 13 September 2001. Pembakaran itu merupakan puncak dari rasa kesal karena hasil panen tidak sebaik yang dijanjikan Monsanto.
Bisnis besar penanaman kapas transgenik kerjasama dengan Monsanto terancam gagal jika tidak didukung petani. Bibit kapas sebanyak 40 ton dengan kemampuan areal tanam 8.000 hektar yang telah didatangkan dari Afrika Selatan sebagian terancam gagal ditanam. Padahal berdasarkan SK Menteri Pertanian tertanggal 7 Februari 2001 (SK 107/Kpts/KB.430/2/2001) kapas yang ditanam baru seluas 4.000 ha.

Penolakan penanaman kapas transgenik jenis Bollgard NuCOTN 35B ini juga telah dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup waktu itu. Sikap yang sama dilakukan oleh 72 LSM diantaranya Konphalindo, YLK Sulsel, YPR, PAN Indonesia yang menandatangani pernyataan menolak tanaman transgenik di Indonesia. Mereka menilai bahwa penanaman kapas transgenik tersebut akan membahayakan keseimbangan lingkungan. Dari hasil penelitian yang dilakukan mahasiswa IPB, Marhamah Nadir dan Reza Indriadi, menyimpulkan bahwa gen kapas Bollgard ini telah mengkontaminasi kapas Kanesia 7 (non-transgenik) yang ditanam berdekatan.

Latar Belakang

Transgenik dan Problemnya

Pernahkah Anda bayangkan bahwa tomat bisa memiliki gen ikan flonder yang hanya hidup di kutub bumi, sehingga buah tersebut menjadi tahan dingin? Tidakkah juga sangat aneh bila tanaman kapas gen-nya bisa disusupi pestisida sehingga bisa membunuh serangga yang memakan daun atau bunganya? Tapi hal itu sudah terjadi kini. Bahkan sudah banyak produk lain yang direkayasa genetikanya oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang semakin besar.

Karena kebutuhan manusia akan pangan dan berbagai kebutuhan dasar lainnya semakin meningkat, maka diperkosalah alam untuk berproduksi melebihi kemampuan alamiahnya. Hal ini yang kemudian mendorong dikembangkannya berbagai teknologi, termasuk teknologi rekayasa genetika. Dengan rekayasa genetika manusia bisa menggabungkan sifat sebuah makhluk hidup dengan makhluk hidup lain yang sangat berbeda spesies, sifat dan tabiat hidupnya.

Karena alam dipaksa untuk berproduksi melebihi kapasitasnya maka terjadilah ketidakseimbangan dalam diri dan lingkungannya. Mahluk hidup yang telah direkayasa genetikanya sangat berpotensi merusak mahluk hidup lain yang hidup di sekeliling dan berinteraksi dengannya. Bahkan karena tabiat dan pola hidup makhluk tersebut telah diubah maka alam yang menjadi tempat hidupnya juga berpotensi mengalami kerusakan.

Serangkaian kekhawatiran terhadap terjadinya dampak rekayasa genetika sangatlah beralasan. Meskipun setiap dikeluarkannya produk transgenik sudah dilakukan serangkaian uji laboratorium, tapi belum sepenuhnya teruji keamanannya di alam. Tidak ada standar yang baku untuk mengukur seberapa lama produk transgenik bisa dikatakan aman dan boleh dikonsumsi. Jika produk tersebut merupakan kebutuhan yang dimakan manusia, maka bisa jadi proses uji dan pengamatan di alamnya harus seumur manusia yang mengonsumsinya. Sedangkan umur teknologi rekayasa genetika kini belum genap 25 tahun dan selalu muncul berbagai persoalan dan ekses dari produk transgenik tersebut.

Teknologi rekayasa genetika juga akan menyebabkan ketergantungan petani pada bibit yang disediakan perusahaan. Berbeda dengan pertanian biasa, padi misalnya, buah padi (gabah) yang dihasilkan akan dapat dipakai sebagai bibit dan kemudian disemai kembali oleh petani yang akan menghasilkan tanaman baru. Pada tanaman transgenik, buah yang dihasilkan tidak dapat digunakan sebagai bibit karena telah diganti sifat-sifatnya, termasuk kemampuan reproduksinya.

Sulsel sebagai Sentra Kapas

Kapas tidak bisa tumbuh di sembarang tanah di Indonesia. Begitu juga dengan musim, kapas hanya akan baik ditanam jika pada saat tanaman berbuah adalah musim kemarau. Sentra kapas di Indonesia terdapat di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan (Sulsel). Sulsel termasuk penghasil kapas terbesar di Indonesia. Pertanian kapas terdapat hampir di seluruh kabupaten di propinsi Sulsel dan melibatkan ribuan petani.

Lingkungan alam Sulsel sangat mendukung untuk penanaman kapas. Tanah yang cenderung kering dan curah hujan yang juga relatif sedikit menjadikan kapas dapat tumbuh dengan baik. Kapas hanya membutuhkan air pada saat awal penanaman dan setelah mulai berbuah bahkan nyaris tidak membutuhkan air karena sudah tercukupi oleh air dari tanah.

Dengan kondisi alam yang demikian inilah agaknya yang menjadikan Monsanto memilih Sulsel sebagai daerah pertama untuk penanaman kapas transgenik. Dengan merangkul pemerintah daerah dan mengerahkan berbagai strategi meyakinkan masyarakat, Monsanto telah berhasil masuk ke Sulsel dengan proyek awal berupa Uji Multilokasi penanaman kapas Bt-nya.

Kolaborasi Modal dan Kekuasaan

Monsanto: Menelikung dengan Modal

Monsanto merupakan perusahaan penguasa teknologi tanaman transgenik terbesar di dunia. Dalam statementnya, mereka merupakan penyedia utama produk-produk pertanian dan pemberi solusi. Perusahaan yang berkantor pusat di Missouri, AS ini menggunakan inovasi yang tak tertandingi dalam bioteknologi, rekayasa genetika dan pemeliharaan tanaman untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya dalam pertanian. Mereka memproduksi benih yang unggul, termasuk yang diberi merek DEJALB dan Asgrow. Cita-citanya adalah dapat membangun sifat bioteknologi yang terintegrasi yang dapat mengontrol serangga dan mengontrol gulma dalam diri benih tesebut. Mereka juga memakai Roundup, herbisida terlaris di dunia, dan herbisida lainnya yang dapat dikombinasikan dengan benih-benih yang mereka produksi.

Mereka mengelola bisnis dalam dua segmen: Benih dan Rekayasa Genetika (Seed and Genomics), dan Produktivitas Pertanian (Agricultural Productivity). Segmen Seeds and Genomics bergerak pada bisnis global benih dan yang terkait dengan pemeliharaan, bioteknologi, dan rancang bangun teknologi yang berbasis pada rekayasa genetika tanaman, serta ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menggunakan gen-gen dalam kehidupan tumbuhan. Sedangkan Segmen Agricultural Productivity melingkupi produksi Roundup dan herbisida lainnya untuk halaman rumput dan taman, dan bisnis ternak.1

Produk Monsanto mencakup 91% dari seluruh wilayah yang ditanami tanaman organik di seluruh dunia pada tahun 2001. Dua perusahaan besar lainnya adalah Syngenta dan Aventis CropScience. Ada juga perusahaan yang bermain di benih transgenik seperti DuPont dan pemilik hak paten untuk teknologi transgenik lain seperti Dow dan Grupo Pulsar. Monsanto termasuk pemegang hak paten bioteknologi terbesar dengan menguasai 287 hak paten, disusul DuPont: 279, Syngenta: 173, Dow: 157, Aventis: 77, dan Grupo Pulsar: 382 .

Berbekal pengalaman melakukan ekspansi penanaman tanaman transgenik di seantero dunia dan modal yang sangat besar Monsanto mulai masuk ke Indonesia. Kapas sebagai komoditi non pangan dipilih sebagai jalan masuk ke Indonesia, karena resikonya lebih rendah. Diduga jika proyek kapas transgenik ini berhasil, akan dilanjutkan dengan penanaman varietas berikutnya. Hal ini pernah diungkapkan oleh Gubernur Palaguna pada bulan April 2002, bahwa dirinya minta agar tanaman jagung transgenik yang ditawarkan PT Monsanto diujicoba di Sulsel selama tiga bulan.3

Monsanto melalui berbagai jalan terjal untuk masuk ke Indonesia. Pendekatan pertama kali dilakukan melalui pemerintah pusat pada saat Rizal Ramli menjadi Menteri Koordinator Perekonomian. Pada waktu itu Monsanto dan Pemerintah sudah merancang sebuah kerjasama untuk membuka lahan penanaman kapas transgenik seluas 10.000 ha. Untuk menghindari pelimpahan kesalahan pada dirinya maka Rizal berkoordinasi dengan Menteri Lingkungan Hidup, Sony Keraf dan dia menolaknya. “Sony Keraf telepon ke saya, waktu itu hubungan kita baik dan concern-nya sama. Kemudian Pak Sony dan kawan-kawan minta dukungan dari civil society” ujar Tejo. Tejo Wahyu Jatmiko adalah Direktur Konphalindo, LSM yang menjadi motor penolakan tanaman transgenik di Indonesia.

Dengan adanya kasus ini Konphalindo bersama beberapa LSM di Jakarta melakukan konsolidasi untuk melakukan penolakan terhadap segala upaya penanaman tanaman transgenik di Indonesia. Dengan berbagai upayanya, akhirnya terkumpul sekitar 72 lembaga yang menjadi pihak yang menjadi garda depan gerakan anti biota transgenik. Bisa dikatakan bahwa kelompok inilah yang menjadi batu ganjalan besar bagi Monsanto untuk menancapkan bisnisnya di Indonesia.

Upaya pertama Monsanto pun gagal total setelah Sony Keraf didukung oleh pernyataan dari sekitar 72 lembaga dan jaringan NGO menyatakan menolak proyek tersebut. Akan tetapi bukan Monsanto namanya jika menyerah begitu saja dengan kekalahan pertama. Dia kemudian melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah. Mereka paham benar bahwa dengan adanya euforia otonomi daerah, pemda biasanya tidak segan melakukan upaya-upaya untuk kepentingan daerah meskipun tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.


Kasus ini ditulis oleh As’ad Nugroho dari Pusat Penelitian Kepentingan Umum dan Advokasi–PIRAC, di bawah bimbingan Ahmad D.Habir,Ph.D, Dekan Fakultas Manajemen-Swiss German University, sebagai bagian dari program Promoting Leadership for Integrated Development yang didukung oleh Ford Foundation Indonesia. Semua materi yang terkandung di dalam artikel ini dipersiapkan semata-mata hanya untuk tujuan pembelajaran. Kasus ini tidak dimaksudkan atau dirancang sebagai gambaran yang menunjukkan sebuah praktek yang benar atau salah.

Hak Cipta © 2007 dimiliki oleh Yayasan Pembangunan Berkelanjutan
Studi Kasus yang dipaparkan ini hanya berisi sebagian dari isi keseluruhan studi kasus dengan judul tersebut diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar